Berita
Komisi B

DPRD Jatim Minta Pemerintah Serius Menyiapkan Road Map Industry Garam

DPRD Jatim Minta Pemerintah Serius Menyiapkan Road Map Industry Garam

Lutfiyu Handi Selasa, 18 Mei 2021

DPRD Jatim memandang bahwa pemerintah perlu serius dalam menyiapkan road map industry garam dalam negeri. Hal ini untuk menjaga kedaulatan komoditas garam dalam negeri sehingga tidak tergerus dengan garam impor.

Anggota Komisi B DPRD Jatim, Daniel Rohi menandaskan bahwa road map industry garam ini menjadi sangat penting untuk meminimalisir impor garam. Sebab dengan adanya impor garam maka akan ada beberapa potensi masalah.

Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini mengatakan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya tiga potensi masalah dalam impor garam. Persoalan pertama yaitu adanya potensi garam industri dari impor yang tidak terpakai masuk ke pasar garam konsumsi, sebagai akibat kesalahan dalam mengestimasi kebutuhan impor.

“Perlu perketat pengawasan agar garam import untuk kebutuhan industri tidak masuk ke segmen garam konsumsi,” tandasnya, Selasa (18/5/2021).

Sebagai informasi, kebutuhan garam nasional tahunan saat ini berada di sekitar 4,6 juta ton, dengan hampir 84% atau 3,9 juta ton diantaranya berasal dari kebutuhan garam industri. Hanya sekitar 7% untuk kebutuhan rumah tangga. Stok garam lokal sekitar 1,3 juta ton.

Dia menambahkan bahwa berdasarkan data KPPU kemungkinan kebutuhkan impor garam industri pada tahun 2021 tidak akan mencapai 3 juta ton. Dengan demikian kebutuhan garam industri tahun 2021 tidak sebesar tahun 2019, dan berpotensi overestimasi.

Potensi masalah yang kedua adalah realisasi importasi yang mungkin tidak tercapai sepenuhnya. Importir melakukan impor dilakukan sesuai alokasi kuota yang ditetapkan Pemerintah untuk kebutuhan internal. Berdasarkan data, realisasi impor yang dilakukan per April 2021 mencapai 412 ribu ton atau 19,67% dari total rekomendasi dikeluarkan yang mencapai 2,1 juta ton.

Apabila dihitung dari alokasi impor sebesar 3 juta, maka realisasi impor per April baru mencapai 13,38 %. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, realisasi impor garam mencapai 1,8 juta ton. Sehingga terdapat potensi impor yang tidak dilaksanakan. Atau dilaksanakan, namun tidak digunakan sebagaimana peruntukan garam industri.

Sementara, potensi masalah ketiga adalah lemahnya pengawasan pasca importasi. Saat ini tidak terdapat mekanisme pengawasan terhadap penggunaan garam impor oleh importir. Sehingga tidak tertutup kemungkinan terdapat sisa stok garam impor yang tidak terpakai oleh industri dan berpotensi masuk ke pasar garam rakyat.

“Kalau (garam impor untuk industry) masuk ke garam konsumsi akan merusak harga dan merugikan petani,” tandasnya.

Dia menandaskan bahwa potensi masuknya kelebihan garam impor ke pasar garam rakyat menjadi semakin besar apabila importir tidak melaporkan penggunaan serta penyaluran garam impor kepada Pemerintah.  Potensi akan semakin besar jika importir tidak menggunakan garam dalam proses produksinya, namun malah untuk memenuhi industri lain di dalam negeri.