Berita
Anggota Komisi E DPRD Jatim, Mathur Husairi.
Komisi E

Sudah Saatnya Jatim Memiliki Data Sendiri Terkait Kemiskinan Tidak Hanya Satu Data dari BPS

SURABAYA - Data terkait kemiskinan Jatim dipertanyakan kalangan DPRD Jatim. Anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Husairi, melihat tidak ada kesamaan antara data yang dipaparkan antara Gubernur dan Wakil Gubernur padahal datanya berasal dari sumber yang sama.

Ari Setiabudi Minggu, 22 Januari 2023

SURABAYA - Data terkait kemiskinan Jatim dipertanyakan kalangan DPRD Jatim. Anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Husairi, melihat tidak ada kesamaan antara data yang dipaparkan antara Gubernur dan Wakil Gubernur padahal datanya berasal dari sumber yang sama.

 

"Wagub melalui Sinta Gelis mengatakan ada penambahan angka kemiskinan di Jatim September 2022. Gubernur menyatakan ada penurunan angka kemiskinan 0,10%. Ini kan luca, ndak ada kecocokan, padahal datanya sama bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS)," ujar Mathur Husairi, Minggu (22/01/23).

 

"Bicara pemerintah (tatanegara) ya harus satu kata, kita tak mengenal program Gubernur atau Wakil Gubernur, yang ada program Pemprov Jatim," lanjutnya.

 

Anggota Fraksi PKS, PBB dan Hanura dari unsur Partai PBB ini mengatakan data yang dipublish bersumber dari BPS. Yang membedakan rilis BPS objektif berdasarkan hasil riset yang dilakukan dan disampaikan secara komperehensif. Gubernur Khofifah cenderung berusaha keras untuk menutupi salah satu fakta dengan melakukan narasi perbandingan data.  

 

"Seharusnya Gubernur gak perlu takut menyatakan bahwa, mohon maaf, pada posisi September 2022 terjadi kenaikan, sehingga akan menjadi cambuk bagi jajaran Pemprov untuk lebih fokus di 2023, pasti masyarakat dan semua elemen di Jawa Timur menyadari kok, ketimbang membuat alasan yang terkesan turun padahal naik," ungkapnya.

 

Lapas dari itu semua kata Mathur yang terpenting Pemprov tidak hanya mengandalkan dari data BPS. Pemprov harus memiliki data sendiri terkait kemiskinan by name by adress yang selaku diperbarui dari tahun ke tahun.

 

Dengan begitu lanjutnya, memiliki acuan, mana yang rumah tangga dan yang miskin, sudah di bantu atau difasilitasi, mana yang sudah mover (keluar dari kemiskinan) atau sebaliknya yang turun starus kesejahteraannya. 

 

"Sejauh yang kita tahu, tidak pernah OPD mitra Komisi E maupun Bappeda Jawa Timur yang menyampaikan basis data by name by address yang dimiliki Pemprov Jatim itu ke DPRD Jatim khususnya Komisi E," ungkapnya.

 

Pihaknya jelas politisi asli Madura ini, sempat konfirmasi ke Dinas Sosial waktu Wakil Gubernur Emil Dardak meresmikan Sinta Gelis pertengahan tahun 2022 kemarin yang katanya akan jadi basis data kemiskinan Jatim.

 

"Sejak dirilis sampai saat ini tidak ada infomasi yang masuk ke Komisi E tentang perkembangan sistem tersebut yang katanya di Uji Coba di 14 Desa dengan menggunakan APBD yang cukup besar dan launchingnya di hotel mewah," jelasnya.

 

"Eman lho memiliki anggaran yang besar tapi hasilnya tidak nyata. Massa kalah dengan Bangkalan misalnya. Mereka memiliki program Sidaya Sehati SLRT Bangkalan dengan anggaran 750 juta. Saat ini sudah mampu melakukan update kondisi kesejahteraan lebih dari 38 ribu rumah tangga, lebih dari 127 ribu jiwa di ratusan desa, real time, dinamis, dan hasilnya transparan ke publik," lanjut anggota Komisi E DPRD Jatim ini.

 

Untuk itu kembali Mathur menegaskan agar Pemprov melalui OPD terkait menyajikan data kemiskinan by name by address, tiap tahun anggaran yang disiapkan dengan program andalannya. 

 

"Kedepan ada data pembanding selain data BPS. Berapa yang sudah berdaya dari tahun ke tahun. Tidak mungkin kan data yg dieksekusi tahun 2019, 2020 dan 2021 jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) sama terus tak dievaluasi. Berapa yg masih miskin dan berapa yang sudah mulai berdaya dan tidak berstatus miskin lagi," pungkas politisi berlatar belakang LSM ini.

 

Sekedar diketahui dalam menyajikan data kemiskinan yang sumbernya sama BPS ada perbedaan antara Gubernur dan Wagub. Wagub mengakui ada tambahan kemiskinan di Jatim tahun 2022. Sedangkan Gubernur mengakui ada tambahan tapi masih berlindung data tahun sebelumnya di tahun 2021. Sehingga ada penurunan 0,10 persen.

 

Sedangkan data BPS sendiri mengatakan lima provinsi dengan penambahan jumlah orang miskin terbanyak pada September 2022 dibandingkan Maret 2022 terbanyak Jawa Timur 55,22 ribu orang, Jawa Tengah 26,79 ribu orang, Nusa Tenggara Timur 17,55 ribu orang, Banten 15,64 ribu orang, Papua 14,2 ribu orang.