Berita
Anggota Komisi B DPRD Jatim, Daniel Rohi.
Berita Dewan

Bisa Picu Inflasi, Anggota DPRD Jatim Minta Pemerintah Kontrol Harga Cabai

Belakangan ini harga cabai di Jawa Timur masih cukup tinggi. Kondisi ini dinilai cukup memberatkan masyarakat khususnya perekonomian masih belum pulih seutuhnya akibat pandemi Covid-19. Bahkan, tingginya harga cabai ini bisa memicu peningkatan inflasi.

Lutfiyu Handi Minggu, 19 Februari 2023

SURABAYA – Belakangan ini harga cabai di Jawa Timur masih cukup tinggi. Kondisi ini dinilai cukup memberatkan masyarakat khususnya perekonomian masih belum pulih seutuhnya akibat pandemi Covid-19. Bahkan, tingginya harga cabai ini bisa memicu peningkatan inflasi.

Berdasarkan data dari Siskaperbapo pada Minggu (19/2/2023) diketahui bahwa harga cabai untuk cabai keriting mencapai Rp 41.418 per kg, cabai biasa Rp 36.753 per kg dan cabai rawit Rp 61.090 per kg.

“Merespon kenaikan harga cabai, pertama-tama saya merasa sangat prihatin dengan kondisi ini. Karena ini sangat memberatkan masyarakat karena kondisi ekonomi yang sedang terpuruk kenaikan. Harga cabai ini dan mungkin komoditas yang lain akan meningkatkan inflasi di tengah masyarakat,” katanya anggota Komisi B DPRD Jatim, Daniel Rohi, Minggu (19/2/2023).

Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menandaskan ada beberapa hal menyebabkan tingginya harga cabai saat ini. Di antara penyebabnya antara lain berlakunya hukum ekonomi yakni antara ketersediaan dan keperluan atau supply dan demand tidak seimbang.

“Artinya saat ini ketersediaan cabai menurun, sedangan permintaan meningkat. Menurunnya ketersediaan cabai ini bisa banyak faktor yaitu faktor gagal panen atau penennya sedikit karena saat ini kondisi cuaca yang tidak menentu,” tandasnya.

Dia juga mensinyalir adanya faktor lain, kemungkinan para petani melakukan alih fungsi komoditas yang saatnya tanam cabai berganti ke komoditas lain yang dinilai lebih menguntungkan. Seiring dengan musim hujan juga banyak yang memilih tanam padi atau jagung.

“Yang ketiga adalah faktor hama penyakit, sehingga produksi dari hasil cabai itu menurun,” sambungnya.

Untuk itu, Daniel meminta pada pemerintah untuk terus melakukan pengawasan atas ketersediaan cabai. Selain itu juga mengontrol agar harganya bisa dijangkau masyarakat. “Jangan sampai masyarakat semakin menderita atau terpuruk dengan kondisi ini. Dan bagi masyarakat perlu memikirkan alternatif lain dari mengkonsumsi cabai,” tandasnya.

Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan yang senang mengkonsumsi cabai fresh, sehingga ketika ketersediaan cabai sedikit sedangkan permintaan cukup tinggi maka harganya ikut naik.

“Mungkin sudah saatnya beralih pada cabai bubuk atau cabai kering sehingga pola konsumsi ini akan membantu pada saat hasil cabainya turun mereka tetap bisa memasak menggunakan cabai bubuk atau cabai kering,” pungasnya.