Berita
Anggota Komisi E DPRD Jatim, Benjamin Kristianto
Kesehatan

Komisi E Minta BPJS Tak Batasi Anggaran Pasien

Anggota Komisi E DPRD Jatim, Benjamin Kristianto meminta agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak membatasi anggaran suatu penyakit bagi pasien yang berobat. Mengingat selama ini pasien BPJS hanya bisa dirawat di rumah sakit maksimal tiga hari.

Adi Suprayitno Rabu, 24 Mei 2023

Anggota Komisi E DPRD Jatim, Benjamin Kristianto meminta agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak membatasi anggaran suatu penyakit bagi pasien yang berobat. Mengingat selama ini pasien BPJS hanya bisa dirawat di rumah sakit maksimal tiga hari.

 

Menurut Benjamin, selama ini tidak ada aturan yang mengharuskan pasien pulang setelah tiga hari dirawat. Meskipun pasien tersebut belum benar-benar sembuh. Ia menilai pasien pulangkan setelah tiga hari dirawat karena anggaran yang dialokasikan pemerintah terbatas untuk suatu penyakit.

 

Ketua Kesira Jatim itu menjelaskan seharusnya BPJS tidak berpatokan alokasi anggaran untuk suatu penyakit. Tetapi mengacu pelayanan yang nyaman, terbaik untuk pasien.

 

Untuk memberi pelayanan yang maksimal kepada pasien, Kesira meminta BPJS mengevaluasi alokasi anggaran. Mengingat seiring perkembangan jaman, BPJS harus menyesuaikan harga obat dan pelayanan medis.

 

"Jangan dihemat sehingga pelayanan tidak bagus. Seharusnya ada evaluasi kembali terhadap alokasi anggaran suatu penyakit. Misalnya penyakit tipus anggaran sekian, sakit usus buntu anggarannya sekian. Apakah dengan jaman seperti sekarang anggaran itu sudah sesuai," pintanya.

 

Politisi asal Partai Gerindra itu menjelaskan pentingnya evaluasi anggaran suatu penyakit karena penggodokan alokasi dana sudah lama sebelum disahkan aturannya. Benjamin khawatir angka anggaran ada kenaikan. Namun BPJS tetap mematok 

anggaran yang lama.

 

"Dipatok mau gak mau sekian. Jadi begitu alokasi anggaran untuk pasien itu habis, mau tidak mau harus dipulangkan meskipun belum sembuh," tuturnya.

 

Kesira juga berharap ada kemudahan MoU antara rumah sakit atau klinik baru dengan BPJS kesehatan. Mengingat selama ini rumah sakit dan klinik terbentur 

Syarat kerjasama dengan BPJS adalah administrasi. Padahal dalam peraturan terkait syarat administrasi bagi klinik atau rumah sakit baru terbentuk belum ada. Akibatnya klinik dan rumah sakit swasta tidak bisa melayani pasien BPJS.

 

Dengan kondisi itu, penumpukan pasien terjadi di Puskesmas. Ironisnya, Puskesmas belum tentu bisa melayani masyarakat 24 jam, atau melayani puluhan ribu pasien.

 

"Kan tidak mungkin. Maka dibutuhkan pembagian merata, tidak hanya tertuju ke puskesmas saja. Tetapi pelayanan pelayanan lain. Lalu kerjasama dibuat fleksibel," terangnya. 

 

Masyarakat akan memilih dengan sendirinya tempat pelayanan medis, jika berobat ke suatu rumah sakit tidak sembuh. Pasien akan pindah ke tempat lain, jika belum ada perkembangan selama berobat di suatu rumah sakit. 

 

"Jadi tidak perlu dibatasi. Masyarakat akan mencari pelayanan yang nyaman, obatnya bagus. Di luar negeri tidak pernah mematok anggaran. Berobat dimana saja pasti dilayani," pungkasnya.