Berita
Berita Dewan

Raperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2018, Untuk Ditetapkan Menjadi Perda Provinsi Jatim

Raperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2018, Untuk Ditetapkan Menjadi Perda Provinsi Jatim

Hari Y Selasa, 09 Juli 2019

Raperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2018, Untuk Ditetapkan Menjadi Perda Provinsi Jatim

Jubir Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim, H Hasan Irsyad bisa memaklumi dan menerima penjelasan eksekutif. Sebab dalam politik anggaran yang berimbang yang dipraktekkan selama ini di Pemprov Jatim. Terlebih, Silpa adalah sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dihindari. Namun yang dapat kita lakukan adalah mengurangi Silpa.

"Untuk itu kedepan diperlukan perencanaan yang lebih cermat dan penuh kehati-hatian serta mendorong jajaran eksekutif untuk lebih meningkatkan kinerja dalam pengelolaan anggaran daerah, sehingga sasaran pembangunan yang mestinya dapat dicapai pada tahun anggaran berjalan tidak harus tertunda," kata Hasan Irsyad.     

Berangkat dari uraian tersebut dan setelah mempertimbangkan jawaban eksekutif serta laporan Banggar DPRD Jatim. "Dengan mengucap Bismillahirohmanirrohim, Fraksi Partai Golkar menyatakan dapat menerima dan menyetujui Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2018, untuk ditetapkan menjadi Perda Provinsi Jatim," tegas politisi asal Probolinggo.

Masih di tempat yang sama, jubir Fraksi Partai Demokrat DPRD Jatim, H Subianto mengatakan bahwa tahun anggaran 2018 terdapat angka Silpa sebesar Rp.4,5 triliun lebih atau lebih besar dari tahun sebelumnya yakni Rp.2 triliun lebih, artinya semakin tahun angka Silpa semakin tinggi.

Terhadap hal ini, FPD juga telah mendapatkan penjelasan komprehensif saudara gubernur, bahwa dalam setiap pelaksanaan program dan kegiatan, masing-masing OPD melakukan penyerapan anggaran belanja sesuai target yang telah direncanakan.

Adanya sisa anggaran dapat dijelaskan bahwa hal ini disebabkan karena antara lain; (a) Adanya efisiensi anggaran yang merupakan sisa tender. (b) Adanya efisiensi anggaran akibat tidak dilaksanakannya pembelian barang, karena barang yang lama dapat dipakai kembali setelah dilakukan pemeliharaan.

Kemudian (c) Gagal lelang karena tidak ada penyedia barang yang menawar, penyedia barang tidak memenuhi persyaratan teknis atau tidak tersedianya barang di pasar.

Menurut Subianto realisasi pos belanja APBD Jatim 2018 tidak bisa mencapai 100 persen sesuai penjelasan Gubernur tidak berarti kinerja pembangunan tidak tercapai, karena dalam pengukuran capaian kinerja tidak hanya pada sebatas pada realisasi penyerapan anggaran. Tapi juga diukur berdasarkan capaian pelaksanaan kegiatan baik fisik maupun non fisik.

"Memang pelaksanaan APBD Jatim 2018 realisasi keuangan tidak mencapai 100 persen, hanya 92,23 persen. Namun untuk realisasi fisik aau kegiatan mencapai 99,87 persen sehingga tidak mengurangi tingkat pelayanan kepada masyarakat," ungkap anggota Komisi B DPRD Jatim.

Sementara terkait banyaknya persoalan dengan besarnya Silpa dalam kaitannya dengan besarnya tingkat kemiskinan di Jatim. FPD memahami dengan baik penjelasan Gubernur, bahwa tingkat kemiskinan Jatim 2018 sebagaimana data BPS bulan Maret 2018 sebanyak 4.332,59 ribu jiwa (10,98 persen) turun menjadi 4.292,15 ribu jiwa (10,85 persen) pada bulan September 2018.   

"Dapat diartikan bahwa APBD tahun anggaran 2018 menjadi stimulus untuk penurunan tingkat kemiskinan di Jatim," kata politisi asal Kediri.

Pihaknya juga memberikan masukan untuk langkah-langkah perbaikan yang harus dilakukan ke depan, diantaranya ; perbaikan regulasi dengan melakukan singkronisasi ketentuan pusat dengan kondisi daerah Jatim di bidang keuangan yang lebih menjamin keberlanjutan kebijakan keuangan.

"Makanya harus ada kebijakan antisipatoris menghadapi kebijakan pusat yang dapat mengganggu pelaksanaan APBD, terutama dalam masa transisi kebijakan keuangan oleh pemerintah hasil Pilpres 17 April 2019 yang dilantik pada 20 Oktober 2019 mendatang," tegas Subianto.

Selain itu, penguatan SDM bidang keuangan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang sejalan dengan prinsip-prinsip god governance dan visi besar Gubernur yakni, terwujudnya masyarakat Jatim yang adil, sejahtera, unggul dan berakhlak dengan tata kelola pemerintahan yang partisipatoris inklusif melaluli kerja bersama dan semangat gotong royong.

Kemudian pemanfaatan TI di bidang pengelolaan keuangan daerah yang telah dilakukan untuk dilakukan dan diperluas penggunaannya agar program e-Government dapat terealisir sesuai dengan harapan kita bersama dalam kerangka Nawa Bhakti Satya, terutama bahkti ke-8 dalam program Jatim Amanah yakni menyelenggarakan pemerintah yang bersih, efektif dan anti korupsi.

Terakhir, kata Subianto pelaksanaan pengawasan yang partisipatoris dalam artian publik harus diberi ruang berpartisipasi agar terwujud penyelenggaraan pemerintahan yang terkontrol oleh masyarakat secara berkesinambungan.

"Kontrol adalah bagian dari penegakan demokrasi dalam pelaksanaan APBD. Disinilah betapa pentingnya setiap triwulan ada semacam financial progress report penyerapan anggaran dan capaian kinerja dari masing-masing OPD-BUMD agar dapat dipantau kinerja secara tepat, akurat dan manfaat bagi kesejahteraan rakyat," jelasnya.

"Akhirnya, dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim dapat menerima laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran 2018 dan menyetujui Raperda Jatim nomor ..... Tahun 2019 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2018, menjadi Perda," pungkas Subianto.