Berita
Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad.
Ekonomi

Raperda Perlindungan dan Pengembangan Pertembakauan Memberikan Perlindungan dari Hulu ke Hilir

Jawa Timur sebagai penghasil tembakau terbesar di Indonesia dengan kontribusi terhadap produksi tembakau nasional lebih dari 50%, ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan petani tembakau di Jatim. Selain itu pendapatan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) juga dinilai cukup sedikit.

Lutfiyu Handi Selasa, 31 Januari 2023

Jawa Timur sebagai penghasil tembakau terbesar di Indonesia dengan kontribusi terhadap produksi tembakau nasional lebih dari 50%, ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan petani tembakau di Jatim. Selain itu pendapatan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) juga dinilai cukup sedikit.

Para petani tembakau di Jatim masih banyak diselimuti berbagai permasalahan, mulai dari saat penanaman yang kerap kali terkendala dengan kelangkaan pupuk, kemudian permasalahan iklim yang berdampak pada kualitas tembakau, hingga berujung dengan nilai jual yang berap kali anjlok sehingga mengakibatkan petani merugi.

Suprapto, petani tembakau asal Desa Sumberagung, Kecamatan Kepuhbaru, Kabupaten Bojonegoro, mengatakan yang menjadi kendala utama dalam penanaman tembakau adalah kelangkaan pupuk dan harga jual yang cukup murah ketika mamasuki musim panen. “Pupuk itu langka, misalnya begini di desa ada kelompok tani itu menyalurkan pupuk dan biasanya kosong (tidak pada pupuk). Tapi, di luar daerah itu banyak pupuk non subsidi, harganya mahal,” katanya Senin (30/1/2023).

Meski demikian, sebenarnya harga tidak masalah bagi Suprapto dan petani tembakau lainnya, asalkan ketersediaan pupuk cukup. Sayangnya, pupuk menjadi barang yang cukup langka sehingga para petani harus menderita melihat tananaman tembakaunya tak tumbuh dan berkembang dengan baik.

Menurut Suprapto, kebutuhan pupuk untuk tanaman tembakau ini juga cukup lumayan. Dimana, setiap hektar dalam satu kali masa tanam, setidaknya membutuhkan 600 kilogram pupuk. “Jadi kami mengharapkan adanya ketersediaan pupuk bersubsidi. Kalau boleh kami meminta pada pemerintah supaya subsidi pupuk tidak diberikan pada pemilik lahan yang luas, lebih baik diberikan pada masyarakat yang tidak memiliki lahan, sehingga harus menyewa,” katanya.

Sedangkan permasalahan yang kedua adalah pada harga jual. Khususnya ketika masa panen raya harga jualnya anjlok. Bahkan perkilonya bisa mencapai hanya Rp 10.000 hingga Rp 15.000. Padahal harga normanya bisa lebih dari Rp 30.000 per kilogram. Di sisi lain dia juga mengharaan masih

 Hal serupa juga disampaikan Raka, petani tembakau asal Jember. Dia mengatakan bahwa yang menjadi harapan petani adalah bantuan pupuk. “Harapannya selaku petani ya petani kita ini pingin bantuan dari pemerintah berupa pupuk, kepinginnya itu aja. Meskipun harganya sedikit melangit yang penting ada,” katanya.

Melihat berbagai permasalahan yang dihadapi para petani tembakau tersebut, maka Komisi B DPRD Jatim tengah menggodok rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan di Jawa Timur. Diharapkan Raperda ini nantinya akan memberikan perlindungan dan pengembangan tembakau dari hulu hingga hilir. Jadi tidak hanya memberikan perlindungan pada pengusaha hasil produksi tembakau saja namun juga pada para petani.

Wakil Ketua DPRD Jatim, Anwar Sadad, mengatakan bahwa langkah DPRD Jatim membahas Raperda Perlindungan dan Pengembangan Pertembakauan ini cukup bagus, pasalnya pemerintah pusat sendiri belum menerbitkan undang-undang tentang pertembakauan dan turunannya. “Kita tahu bahwa potensi pertembakauan di Jawa Timur luar biasa, jadi perlu penataan dan penguatan agar para petani tembakau berdaya disamping banyak yang ‘stereotype-nya’ kan kita kan memberikan cukai yang besar pada pemerintah pusat tapi sebenarnya yang kembali ke Jatim kan tidak sebanding. Karena itu kita minta supaya dana DBHCHT itu benar benar diefektifkan untuk mendidik dan membuat mereka lebih berdaya,” katanya.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa sebenarnya masalah pada pertembakauan ini adalah masalah klise. Menurutnya tembakau dari Jatim itu berkualitas bahkan diakui luar negeri banyak perusahaan sigaret luar negeri ini yang menggunakan tembakau dari Jatim, tapi kita bisa diliat bahwa para petani tembakau tidak mendapatkan pemihakan yang tegas, sehingga pada saat panen harganya jatuh.

“Nah, yang begitu yang ingin kita atur agar sejahtera. Tidak jarang kita dengar pada saat panen karena harga tembakau mereka bakar itu, sehingga yang begitu begitu kita tidak ingin terjadi. Dan celakanya juga belum ada regulasi yang mengatur pada tingkat undang-undang sehingga kita berharap ini sebagai suatu terobosan materi subtansi yang nanti dibahas oleh angota dewan bersama eksekutif bisa menjadi satu sumbangan pemikiran untuk lebih mensejahterakan mereka (petani tembakau),” katanya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi B DPRD Jatim, Daniel Rohi. Dia mendukung penuh akan pembahasan Raperda tentang pertembakauan ini. Menurutnya raperda ini cukup relevan dan penting, karena secara nasional peraturan ini belum ada. Untuk itu, dia juga mendorong supaya setiap daerah yang memiliki potensi tembakau untuk segera melakukan penanaman tembakau.

Dia juga menyebutkan bahwa hasil tembakau Jatim memberikan kontribusi cukup besar, dimana pada 2022 kemarin, Jatim memberikan dana cukainya hingga 115 triliun dari total target Rp 205 triliun. Artinya sekitar 70 persen dari kontribusi nasional itu berasal dari Jatim. Sayangnya, DBHCHT yang masuk ke Jatim cukup sedikit yaitu sekitar Rp 3,1 triliun yang itu dibagi ke 38 kabupaten kota sesuai dengan potensi tembakau masing masing.

“Penghasilan tembakau ini apakah liner dengan kesejahteraan petani, ini mestinya makanya Raperda ini kita fokus bahwa bisa memperdayakan petani supaya petani bisa mencapai tingkat kemakmuran sesuai dengan komoditas yang laris dan memberi keuntungan pada negara,” katanya.

“Kalau saya pribadi bukan saja petani, tapi perlindungan seluruh ekosistem pertembakauan dari hulu ke hilir. Bukan hanya petani tapi juga ke industri hasil tembakau juga harus kita support, karena ini simbiosismualisme. Dua duanya ini harus kita cari keseimbangan supaya kepentingan dua ini tercover,” imbuh politisi PDI Perjuangan ini.

Anggota Komisi B DPRD Jatim, Agus Dono Wibawanto, menginginkan bahwa Perda ini benar-benar akan melindungi hulu sampai hilir. Dengan adanya perda ini paling tidak tidak hanya perusahaan besar yang dilindungi tetapi petani tembakaunya juga harus dilindungi, dan perusahan-perusahaan kecil terutama yang hidupnya dari tembakau dan turunannya harus dilindungi

“Kita sadar bahwa pertembakauan itu ada dua sisi mata uang, satu sisi kesehatan satu sisi ekonomi. Tapi, yang harusnya dijelaskan disini oleh pemerintah adalah dua pihak ini bisa merasakan keberadaan peraturan pemerintah,”katanya.

Dia mengatakan bahwa Raperda ini nantinya akan memberikan akses pada petani tembakau untuk mendapatkan permodalan, kemudian pemasaran, hingga pemanfatan dana DBHCHT untuk peningkatan kesejahteraan para petani tembakau.