Berita
Fredy Poernomo, Anggota Komisi A DPRD Jawa Timur.
Komisi A

Media Mainstream Jangan Bergaya Seperti Medsos, Fredy : Bisa mengerdilkan Media itu sendiri

Anggota Komisi A DPRD Jatim Fredy Poernomo mengusulkan agar pendidikan karakter sudah disampaikan sejak usia dini hingga pendidikan akhir. ini untuk memberikan pemahaman agar masyarakat menjadi lebih dewasa dalam memanfaatkan media sosial atau Medsos. Pernyataan Fredy ini menyikapi medsos yang saat ini sudah mulai lebih dipercaya dari pada Media mainstream dan menjadi warning dari Presiden RI Joko Widodo, saat menyampaikan pidato pada puncak Hari Pers Nasional di kota Medan Sumatera Utara, ( 9/2/2023).

Anang Supriyono Selasa, 14 Februari 2023

Anggota Komisi A DPRD Jatim Fredy Poernomo mengusulkan agar pendidikan karakter sudah disampaikan sejak usia dini hingga pendidikan akhir. Ini untuk memberikan pemahaman agar masyarakat menjadi lebih dewasa dalam memanfaatkan media sosial atau Medsos. Pernyataan Fredy ini menyikapi medsos yang saat ini sudah mulai lebih dipercaya dari pada Media mainstream dan menjadi warning dari Presiden RI Joko Widodo, saat menyampaikan pidato pada puncak Hari Pers Nasional di kota Medan Sumatera Utara, ( 9/2/2023).

Politisi Golkar ini mengatakan kondisi ini akan menjadi atmosfir yang kurang baik, apalagi medsos saat ini sudah masuk ke semua usia. Apalagi isi dari medsos terkesan tidak proporsional dan jauh dari ukuran jurnalisme yang berlaku.

"Pendidikan karakter sudah harus diberikan sejak usia dini sampai dengan Pendidikan akhir, agar kedepan masyarakat lebih berhati hati karena tidak ada ukuran jelas seperti berita dari Media Profesional. Kedua juga kita berharap tokoh-tokoh informal leaders seperti tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, yang menjadi panutan jangan terus terjebak dalam dunia medsos juga. Saya kira layak kalau presiden bicara begitu, kan sifatnya mengingatkan," kata Fredy, Senin (1/2/2023).

Fredy menegaskan dengan berlakunya era digital menggantikan tugas analog, maka semua sangat terasa mudah. Begitu juga dengan masyarakat yang sekarang dengan mudah mengunggah berbagai peristiwa, tanpa saringan karena semua seolah ingin menjadi penyampai kejadian dengan cepat, "Seperti ada kebanggaan bisa nge share sebuah kejadian, padahal kita tidak tahu itu benar atau tidak, " kata politisi yang juga pernah menjabat Ketua Komisi A DPRD Jatim ini

Fredy berharap pemerintah konsisten menjalankan undang undang yang bisa menyaring konten konten hoaxs, provokatif dan menyesatkan agar tayangan di medsos yang sampai ke masyarakat adalah yang bisa dipertanggung jawabkan, "Kan ada undang-undang penyiaran publik, cuma ya itu salah satunya yang menjadi sasaran kan media publik terutama media elektronik. Tetapi sampai sejauh mana jangkauannya, tentunya aturan main yang punya kompetensi di bidangnya, misalnya menko komunikasi. Dia kan sudah membuat langkah yang kira kira gak sesuai segera di lakukan tindakan. Contohnya yang sederhana yang berbau asusila, pasti kan langsung di blok. Saya kira termasuk media media sosial yang sudah mengarah negatif, tidak obyektif, seharusnya bisa di blok. Kalau asusila saja bisa dilakukan, kenapa media ini tidak dilakukan yang sama. Aturannya saya kira ada. Tidak lanjut pemaknaan dari media-media sosial termasuk dari Undang-undang Penyiaran itu ada dan harus segera diatur oleh Menkominfo," tambahnya.

Fredy melihat adanya narasi narasi yang bersifat memojokkan, fitnah dan rekayasa biasanya dilakukan oleh orang orang yang tidak paham dalam membuat sebuah karya jurnalistik, "Kalau seperti kita, yang mengerti aturan, tidak mungkinlah membuat suatu berita atau cerita, atau narasi rekayasa yang sampai memojokkan orang. Tapi publik kan tidak semuanya tahu, seharusnya pemerintah membuat shock therapy," harapnya.

Terkait HPN tahun ini, Fredy menilai kinerja pemberitaan media profesional sudah sesuai dengan kaidah yang berlaku, namun kata Fredy jangan sampai media profesional justru malah tergantung pada maraknya medsos, "Saya kira kalau media mainstream ini sudah diatur, ada asosiasi PWI segala. Saya kira ya di dalam kebebasan reformasi ini yang sifatnya obyektif silahkan. Dengan segala peristiwa, kejadian, silahkan diberitakan. Tapi jangan terbawa arus medsos, itu malah mengkerdilkan media itu sendiri. Media kan harus profesional, saya kira aturannya sudah jelas. Kebebasan media itu ya dilakukan yang benar dan obyektif. Bukan sifatnya sensasional. Yang kadang-kadang yang laku kan yang sensasional. Ada hak klarifikasi, hak jawab. Kalau secara umum, media mainstream sudah obyektif. Masih on the track.