Berita
Kunjungan Kerja Komisi E
Berita Dewan

Komisi E Prihatin Sistem Rujukan dan Antrian Panjang Operasi di RSUD Milik Provinsi Jatim Paling Banyak Dikeluhkan Masyarakat

Pelayanan kesehatan di Jatim menjadi sorotan tajam Komisi E DPRD Jatim saat menggelar rapat kordinasi dan singkronisasi dengan sejumlah RSUD milik Pemprov Jatim bersama OPD mitra kerja komisi bidang kesra terkait Raperda APBD Jatim 2024 di aula SMK Negeri 1 Singosari Malang.

Fathis Su'ud Kamis, 26 Oktober 2023

Pelayanan kesehatan di Jatim menjadi sorotan tajam Komisi E DPRD Jatim saat menggelar rapat kordinasi dan singkronisasi dengan sejumlah RSUD milik Pemprov Jatim bersama OPD mitra kerja komisi bidang kesra terkait Raperda APBD Jatim 2024 di aula SMK Negeri 1 Singosari Malang, Rabu (25/10/2023)

Diantara persoalan yang krusial yang disorot adalah terkait sistem rujukan pasien BPJS dan waiting list operasi di RSUD dr Soetomo yang menembus angka kisaran 3400 pasien sehingga pasien banyak yang meninggal akibat terlalu lama menunggu jadwal operasi.

"Akar persoalan ini harus dicarikan solusi, jangan sampai berlarut larut. Sebab ini menyangkut tanggungjawab pemerintah dalam memenuhi pelayanan dasar rakyat," kata wakil ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih.

Politikus asli Malang ini juga mempertanyakan diskriminasi upah bagi pegawai PPPK yang bekerja di RSUD milik Pemprov Jatim karena jauh dibawah karyawan berstatus BLUD yang masa kerja dan pengalamannya jauh dibawah karyawan PPPK. 

"Ini juga harus dicarikan formula yang berkeadilan sehingga tingkat kepuasan karyawan juga berbanding lurus dengan kepuasan pasien," pinta Hikmah Bafaqih.

Dinkes Jatim, lanjut Hikmah juga harus bisa menjadi dirigen yang baik sehingga persoalan yang menumpuk di RSUD dr Soetomo bisa terdistriusi ke RSUD milik Provinsi yang lain sehingga beban yang ditanggung bisa berkurang.

"Perbaikan sistem rujukan pasien BPJS ini tentunya harus melibatkan RSUD tipe B milik kabupaten/kota sehingga sinergi dengan Dinkes Kab//kota di Jatim juga sangat diperlukan," kata mantan ketua PW Fatayat NU Jatim ini.

Menanggapi hal tersebut, Dirut RSUD dr Soetomo Surabaya, Prof Dr Joni Wahyuadi menegaskan bahwa akar persoalan dari menumpuknya antrian operasi dan rujukan pasien BPJS iku akibat penerapan sistem pembiayaan  Inasibijis atau INA CBG (Indonesia Case Base Group) yang kurang berkeadilan dan tidak rasional. 

Akibatnya, rumah sakit di bawah tipe A baik milik pemerintah maupun swasta yang bekerjasama dengan BPJS jika  memiliki pasien perawatannya melebihi pagu rumah sakit kalau bisa secepatnya dirujuk ke RS tipe A supaya rumah sakit tersebut tidak merugi karena klaim BPJS yang diterima tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. 

"RS tipe A seperti RSUD dr Soetomo sampai kapanpun akan overload kalau biaya Inasibijisnya tidak sesuai dengan unit cost sehingga lebih berkeadilan dan lebih rasional," tegas Joni Wahyuadi..

Sebelum sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diterapkan, kata Joni antrian di RSUD Soetomo tidak terlalu banyak karena masih bisa tertangani dalam waktu sebulan jika harus bekerja ekstra time.  Namun paska JKN penumpukan pasien semakin membludak karena RS tipe B banyak yang merujuk pasiennya ke RSUD Soetomo agar merekka tak merugi.

Ia mencontohkan, sekali penanganan kemotherapy pihaknya itu merugi sebesar 800  ribu. Kalau sehari menangani 100 pasien bisa dihitung berapa kerugian yang harus ditanggung RSUD Soetomo. 

"Ini bukan hanya dialami RSUD Soetomo tapi juga RS tipe A yang ada di seluruh Indonesia. Makanya perlu dilakukan rasionalisasi biaya Inasibijis," pinta dokter Joni sapaan akrabnya..

Untuk mengurangi antrian panjang penanganan operasi maupun rujukan, lanjut Joni, pihaknya bersama RSUD milik Pemprov Jatim dan Dinkes Jatim tengah menyusun Klinical Guide Lyn. sehingga rujukan itu didasarkan pada indikasi penyakit dan mutu rumah sakit. 

Misal RS M Noer di Pamekasan itu bisa menangani apa saja, sehingga dokter maupun peralatannya dicek dan ternyata kalau bisa menangani operasi paru maka pasien paru paru bisa dioperasi disana jangan dikirim ke Soetomo. Begitu RS di kawasan Tapal Kuda, Pantura maupun Arek sehingga tak menumpuk ke Soetomo.

"Selama ini yang berjalan, operasi paru itu biayanya hampir 100 juta tapi klaim BPJS yang diterima hanya 70 juta sehingga biar tak merugi dirujuk saja ke RSUD Soetomo. Ini saya bicara apa adanya karena kebanyakan rumah sakit tak mau jujur sehingga yang jadi sasaran dan disalahkan itu RSUD Soetomo," beber Joni.

Walaupun fasilitas rumah sakit ditambah, lanjut Joni persoalan sistem rujukan tak akan terurai. Sebab masalah rumah sakit itu bukan hanya fisik berupa bangunan dan fasilitas tapi juga SDM dokter. 

"Membuat dokter spesialis itu tak mudah dan butuh waktu yang lama. Memang pasien mau dioperasi dokter yang tidak berpengalaman," kelakar pria murah senyum ini.

Kerjasama dengan RS lain, kata Joni itu hanya mendistribusi beban namun tidak menyelesaikan akar masalah. Misal, RSUD milik provinsi yang ada di Surabaya seperti RS Haji dan RSJ Menur juga bisa menangani rujukan pasien ke RSUD Soetomo sehingga tak perlu mengantri lebih lama untuk mendapatkan penanganan layanan kesehatan.

Diakui Dokter Joni, salah satu penyebab tingkat kematian pasien masih tinggi yaitu 114 padahal sesuai standart WHO dikisaran 45 itu diakibatkan terlalu lamanya antrian sehingga RS di Indonesia mendapat julukan danger dan sulit bersaing dengan RS di negara lain walaupun kualitas dokternya tak kalah.

"Makanya banyak orang kaya yang berobat ke luar negeri walaupun RS dalam negeri bisa menangani. Pasien itu butuh kepastian walaupun antri lama tapi harus ada kepastian kapan ditangani. Rata-rata masa menunggu operasi itu 6 bulan tapi kita belum bisa dipastikan," ungkapnya. 

Hikmah berharap Pemprov Jatim bisa menjadi pioner dan mengajak provinsi lain di Indonesia untuk mendesak pemerintah pusat segera melakukan penyesuain tarif Inasibijis yang lebih berkeadilan. 

"Kalau perlu kita demo ke pusat mengajak provinsi lain. Masak RSCM yang setara dengan RSUD Soetomo klaimya lebih tinggi padahal kemampuan APBD DKI Jakarta jauh diatas Jatim. Sampai kapan kita membiarkan diskriminasi ini kalau kita tidak bertindak sekarang," tambahnya.